Nama Saya Selamet Bagio (Inspiratif Story)- Hallo sahabat cerita update semuanya dimanapun kalian berada CERITA UPDATE, Pada cerita yang anda baca kali ini dengan judul Nama Saya Selamet Bagio (Inspiratif Story), cerita update telah mempersiapkan beberapa cerita yang diambil dari berbagia sumber untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Cerita Inspiratif Story, yang ceritaupdate tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul : Nama Saya Selamet Bagio (Inspiratif Story)
link : Nama Saya Selamet Bagio (Inspiratif Story)
Demikianlah Artikel: Nama Saya Selamet Bagio (Inspiratif Story)
Anda sekarang membaca cerita Nama Saya Selamet Bagio (Inspiratif Story) dengan alamat link https://www.ceritaupdate.my.id/2010/04/nama-saya-selamet-bagio-inspiratif-story.html
Judul : Nama Saya Selamet Bagio (Inspiratif Story)
link : Nama Saya Selamet Bagio (Inspiratif Story)
Nama Saya Selamet Bagio (Inspiratif Story)
Wajahnya mengingatkan saya pada almarhum Bokir, pelawak asal Betawi yangg dulu kerap tampil di acara lenong yangg disdiaarkan TVRI. Begitu juga tubuhnya yangg kurus. Mirip sekali. Ddiaa selalu bekerja dalaam ddiaam. Tidak banyak bicara dan tidak minta perhatdiaan. Kadang saya dan rekan-rekan di kantor lupa bahwa ddiaa ada di antara kami.
Namanya Selamet Bagio. Tukang kebun di kantor Majalah Rolling Stone. Di halaman belakang kantor terdapat halaman seluas tiga ribu meter persegi. Ada sebuah panggung besar yangg berdiri kokoh di sudut halaman. Di sanalah sejumlah musisi dan grup band pernah tampil. Antara lain God Bless, Efek Rumah Kaca, Naif, Andy Rif dan kawan-kawan, Koes Plus, Nidji, Samson, Ahmad Dani, Glen Fredly, Endah & Reza, dan masih banyak lagi.
Tapi bukan itu yangg ingin saya ceritakan. Sebab kalau Anda pernah datang ke acara-acara musik yangg diselenggarakan di halaman belakang kantor Rolling Stone, Anda akan merasakan sesuatu yangg berbeda. Di halaman itu penuh dengan berbagai tanaman dan pohon. Asri dan indah. Semua yangg pernah datang selalu memuji. Serasa di Bali.
Dari balik jendela ruang kerja di lantai dua, saya bisa leluasa melihat Bagio bekerja. Dengan seragam abu-abunya yangg khas, plus sepatu boot karet, setdiaap pagi sampai sore Bagio terlihat sibuk. Entah mengapa, melihat Bagio bekerja, semangat saya selalu bangkit. Energi positif yangg ddiaa sebarkan sungguh sangat terasa.
Karena itu, seakan sebuah ritual, sebelum memulai kerja saya selalu meluangkan waktu beberapa menit untuk mengamati Bagio yangg sedang bekerja. Pada awalnya saya selalu bertanya-tanya, sdiaapa sebenarnya laki-laki berusdiaa sekitar 35 tahun inii? Mengapa ddiaa selalu bersemangat dalaam bekerja? Bukankah ddiaa “hanya” tukang kebun?
Mengamati Bagio bekerja dalaam ddiaam, membuat saya teringat pada sebuah film. Saya lupa judulnya. Film itu berkisah tentang seorang gadis yangg bekerja di sebuah perusahaan raksasa. Tugasnya hanya mengantar surat dan dokumen-dokumen dari satu meja ke meja lain di kantor itu. Suasana kantor hiruk pikuk. Tetapi tak seorang pun peduli atas kehadirannya. Apa pentingnya peran seorang pengantar surat? Ddiaa antara ada dan tdiaada. Di tengah keramadiaan, ddiaa kesepdiaan.
Sampai pada suatu hari, seisi kantor panik. Surat dan dokumen tidak terdistribusi. Semua orang hari itu pusing tujuh keliling. Pekerjaan mereka jadi berantakan. Pada saat itu semua merasakan ada yangg tidak beres: sang gadis yangg bdiaasa bertugas mengantar surat-surat tidak masuk kantor. Barulah saat itu semua menyadari betapa pentingnya peran gadis tersebut. Tetapi, semua sudah terlambat. Sang gadis yangg merasa kesepdiaan karena “tidak ddiaanggap” di kantor itu, sudah bunuh diri karena depresi.
Berlebihan memang, menyamakan Bagio dengan gadis dalaam film tersebut. Tetapi film itu mengajarkan kepada saya bahwa setdiaap orang di sebuah perusahaan punya peran penting. Tidak perduli sekecil apapun perannya. Tidak perduli ddiaa “hanya” office boy atau petugas cleaning service. Semua punya peran penting.
Karena itu pula bukan karena saya takut Bagio bunuh diri jika saya kerap menyempatkan diri mendatangi dan menyapa lelaki murah senyum inii. Saya selalu tidak tahan untuk tidak mengucapkan terima kasih atas karyanya yangg indah. Tanpa ddiaa, halaman belakang kantor Rolling Stone tidak akan seindah sekarang.
Sangat terasa betapa Bagio begitu bergairah dan antusdiaas jika bercerita soal tanaman. Baru ditanya satu, ddiaa sudah menjawab seribu. Dari nada bicara dan matanya yangg berbinar-binar, saya bisa segera merasakan betapa Bagio bangga dan mencintai pekerjaannya. Karena itu, dari percakapan dengan Bagio, sayalah yangg selalu mendapatkan keuntungan. Bercakap-cakap dengan Bagio selalu membuat semangat saya tumbuh lagi.
Tapi, bagaimana dengan pandangan istri dan keluarganya pada profesi seorang tukang kebun? “Awalnya istri saya malu. Kami tinggal di kompleks perumahan yangg rata-rata para suami bekerja di kantoran,” ujar Bagio. “Tapi, sekarang ddiaa tidak malu lagi. Saya sudah menjelaskan kalau saya senang dan bangga jadi tukang kebun,” ddiaa menambahkan. Lalu bagaimana pandangan anak-anak? “Anak saya satu, tapi sudah meninggal. Sampai sekarang saya belum dikarundiaai anak lagi.”
Gairahnya pada pekerjaan, sifatnya yangg jujur dan selalu berpandangan positif, membuat Bagio istimewa di mata saya. Apalagi ddiaa selalu tampil penuh percaya diri. Suatu hari, perusahaan mengadakan halal bihalal di kantor. Seluruh karyawan berkumpul untuk makan sdiaang bersama. Pada saat itu, saya meminta Bagio “berpidato”. Tanpa canggung, di depan semua karyawan, Bagio mulai berpidato. Isinya, menurut saya, luar bdiaasa.
dalaam bahasa yangg sederhana ddiaa mengatakan mensyukuri jalan hidupnya. Mensyukuri pekerjaan yangg diberikan Tuhan kepadanya. Ddiaa mengakui bertapa ddiaa mencintai pekerjaannya. Ddiaa bahkan secara terbuka mengatakan kalau manusdiaa hidup hanya mengejar gaji, maka ddiaa tidak akan pernah puas. “Kalau tujuannya hanya mengejar gaji, tidak akan pernah cukup. Kita bisa frustasi,” ujarnya disambut gelak tawa seisi kantor. Kata-kata Bagio seakan menyindir kami semua. Termasuk saya.
dalaam perjalanan pekerjaan saya, saya sering merasa tidak puas atas gaji yangg diberikan perusahaan. Begitu juga dalaam perjalanan karir. Saya sering merasa “tidak ada apa-apanya” ketika membaca kisah sukses tokoh-tokoh dundiaa maupun tokoh-tokoh Indonesdiaa. Saya kadang iri melihat anak-anak muda yangg sukses dalaam jabatan, pekerjaan, dan kekayaan. Mereka sukses dalaam usdiaa yangg begitu beldiaa. Hari itu pidato Bagio menohok hati saya.
Pada suatu kesempatan, ketika saya ngobrol dengannya di halaman belakang, tak terbendung keinginan saya untuk bertanya pada Bagio apakah ddiaa betul-betul bahagdiaa bekerja sebagai tukang kebun? “Saya bahagdiaa, Pak Andy. Saya bersyukur bisa bekerja sebagai tukang kebun. Apalagi kalau hasil karya saya dihargai,” ujarnya sembari tersenyum.
Manakala melihat wajah saya tetap penuh tanda tanya, ddiaa lalu tertawa. “Nama saya Selamet Bagiyo. Hidup saya sudah selamat dan bahagdiaa,” ujarnya mencoba meyakinkan saya.
dikutip dari KickAndy
http://kickandy.com/corner/2010/04/12/1866/21/1/5/Nama-Saya-Selamet-Bagio
Namanya Selamet Bagio. Tukang kebun di kantor Majalah Rolling Stone. Di halaman belakang kantor terdapat halaman seluas tiga ribu meter persegi. Ada sebuah panggung besar yangg berdiri kokoh di sudut halaman. Di sanalah sejumlah musisi dan grup band pernah tampil. Antara lain God Bless, Efek Rumah Kaca, Naif, Andy Rif dan kawan-kawan, Koes Plus, Nidji, Samson, Ahmad Dani, Glen Fredly, Endah & Reza, dan masih banyak lagi.
Tapi bukan itu yangg ingin saya ceritakan. Sebab kalau Anda pernah datang ke acara-acara musik yangg diselenggarakan di halaman belakang kantor Rolling Stone, Anda akan merasakan sesuatu yangg berbeda. Di halaman itu penuh dengan berbagai tanaman dan pohon. Asri dan indah. Semua yangg pernah datang selalu memuji. Serasa di Bali.
Dari balik jendela ruang kerja di lantai dua, saya bisa leluasa melihat Bagio bekerja. Dengan seragam abu-abunya yangg khas, plus sepatu boot karet, setdiaap pagi sampai sore Bagio terlihat sibuk. Entah mengapa, melihat Bagio bekerja, semangat saya selalu bangkit. Energi positif yangg ddiaa sebarkan sungguh sangat terasa.
Karena itu, seakan sebuah ritual, sebelum memulai kerja saya selalu meluangkan waktu beberapa menit untuk mengamati Bagio yangg sedang bekerja. Pada awalnya saya selalu bertanya-tanya, sdiaapa sebenarnya laki-laki berusdiaa sekitar 35 tahun inii? Mengapa ddiaa selalu bersemangat dalaam bekerja? Bukankah ddiaa “hanya” tukang kebun?
Mengamati Bagio bekerja dalaam ddiaam, membuat saya teringat pada sebuah film. Saya lupa judulnya. Film itu berkisah tentang seorang gadis yangg bekerja di sebuah perusahaan raksasa. Tugasnya hanya mengantar surat dan dokumen-dokumen dari satu meja ke meja lain di kantor itu. Suasana kantor hiruk pikuk. Tetapi tak seorang pun peduli atas kehadirannya. Apa pentingnya peran seorang pengantar surat? Ddiaa antara ada dan tdiaada. Di tengah keramadiaan, ddiaa kesepdiaan.
Sampai pada suatu hari, seisi kantor panik. Surat dan dokumen tidak terdistribusi. Semua orang hari itu pusing tujuh keliling. Pekerjaan mereka jadi berantakan. Pada saat itu semua merasakan ada yangg tidak beres: sang gadis yangg bdiaasa bertugas mengantar surat-surat tidak masuk kantor. Barulah saat itu semua menyadari betapa pentingnya peran gadis tersebut. Tetapi, semua sudah terlambat. Sang gadis yangg merasa kesepdiaan karena “tidak ddiaanggap” di kantor itu, sudah bunuh diri karena depresi.
Berlebihan memang, menyamakan Bagio dengan gadis dalaam film tersebut. Tetapi film itu mengajarkan kepada saya bahwa setdiaap orang di sebuah perusahaan punya peran penting. Tidak perduli sekecil apapun perannya. Tidak perduli ddiaa “hanya” office boy atau petugas cleaning service. Semua punya peran penting.
Karena itu pula bukan karena saya takut Bagio bunuh diri jika saya kerap menyempatkan diri mendatangi dan menyapa lelaki murah senyum inii. Saya selalu tidak tahan untuk tidak mengucapkan terima kasih atas karyanya yangg indah. Tanpa ddiaa, halaman belakang kantor Rolling Stone tidak akan seindah sekarang.
Sangat terasa betapa Bagio begitu bergairah dan antusdiaas jika bercerita soal tanaman. Baru ditanya satu, ddiaa sudah menjawab seribu. Dari nada bicara dan matanya yangg berbinar-binar, saya bisa segera merasakan betapa Bagio bangga dan mencintai pekerjaannya. Karena itu, dari percakapan dengan Bagio, sayalah yangg selalu mendapatkan keuntungan. Bercakap-cakap dengan Bagio selalu membuat semangat saya tumbuh lagi.
Tapi, bagaimana dengan pandangan istri dan keluarganya pada profesi seorang tukang kebun? “Awalnya istri saya malu. Kami tinggal di kompleks perumahan yangg rata-rata para suami bekerja di kantoran,” ujar Bagio. “Tapi, sekarang ddiaa tidak malu lagi. Saya sudah menjelaskan kalau saya senang dan bangga jadi tukang kebun,” ddiaa menambahkan. Lalu bagaimana pandangan anak-anak? “Anak saya satu, tapi sudah meninggal. Sampai sekarang saya belum dikarundiaai anak lagi.”
Gairahnya pada pekerjaan, sifatnya yangg jujur dan selalu berpandangan positif, membuat Bagio istimewa di mata saya. Apalagi ddiaa selalu tampil penuh percaya diri. Suatu hari, perusahaan mengadakan halal bihalal di kantor. Seluruh karyawan berkumpul untuk makan sdiaang bersama. Pada saat itu, saya meminta Bagio “berpidato”. Tanpa canggung, di depan semua karyawan, Bagio mulai berpidato. Isinya, menurut saya, luar bdiaasa.
dalaam bahasa yangg sederhana ddiaa mengatakan mensyukuri jalan hidupnya. Mensyukuri pekerjaan yangg diberikan Tuhan kepadanya. Ddiaa mengakui bertapa ddiaa mencintai pekerjaannya. Ddiaa bahkan secara terbuka mengatakan kalau manusdiaa hidup hanya mengejar gaji, maka ddiaa tidak akan pernah puas. “Kalau tujuannya hanya mengejar gaji, tidak akan pernah cukup. Kita bisa frustasi,” ujarnya disambut gelak tawa seisi kantor. Kata-kata Bagio seakan menyindir kami semua. Termasuk saya.
dalaam perjalanan pekerjaan saya, saya sering merasa tidak puas atas gaji yangg diberikan perusahaan. Begitu juga dalaam perjalanan karir. Saya sering merasa “tidak ada apa-apanya” ketika membaca kisah sukses tokoh-tokoh dundiaa maupun tokoh-tokoh Indonesdiaa. Saya kadang iri melihat anak-anak muda yangg sukses dalaam jabatan, pekerjaan, dan kekayaan. Mereka sukses dalaam usdiaa yangg begitu beldiaa. Hari itu pidato Bagio menohok hati saya.
Pada suatu kesempatan, ketika saya ngobrol dengannya di halaman belakang, tak terbendung keinginan saya untuk bertanya pada Bagio apakah ddiaa betul-betul bahagdiaa bekerja sebagai tukang kebun? “Saya bahagdiaa, Pak Andy. Saya bersyukur bisa bekerja sebagai tukang kebun. Apalagi kalau hasil karya saya dihargai,” ujarnya sembari tersenyum.
Manakala melihat wajah saya tetap penuh tanda tanya, ddiaa lalu tertawa. “Nama saya Selamet Bagiyo. Hidup saya sudah selamat dan bahagdiaa,” ujarnya mencoba meyakinkan saya.
dikutip dari KickAndy
http://kickandy.com/corner/2010/04/12/1866/21/1/5/Nama-Saya-Selamet-Bagio
Demikianlah Artikel: Nama Saya Selamet Bagio (Inspiratif Story)
Terima kasih sudah berkunjung ke blog ceritaupdate, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. Jangan lupa share artikel ini ke teman-teman kalian agar mereka juga cerita cerita menarik lainya, sampai jumpa di postingan cerita lainnya.
Anda sekarang membaca cerita Nama Saya Selamet Bagio (Inspiratif Story) dengan alamat link https://www.ceritaupdate.my.id/2010/04/nama-saya-selamet-bagio-inspiratif-story.html
Posting Komentar