Sejarah/Biografi Mata Uang Rupdiaah

Sejarah/Biografi Mata Uang Rupdiaah- Hallo sahabat cerita update semuanya dimanapun kalian berada CERITA UPDATE, Pada cerita yang anda baca kali ini dengan judul Sejarah/Biografi Mata Uang Rupdiaah, cerita update telah mempersiapkan beberapa cerita yang diambil dari berbagia sumber untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Cerita Ekonom, Cerita Sejarah, yang ceritaupdate tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Sejarah/Biografi Mata Uang Rupdiaah
link : Sejarah/Biografi Mata Uang Rupdiaah

Baca juga


Sejarah/Biografi Mata Uang Rupdiaah

Kita sebagai masyarakat Indonesdiaa pasti pernah bertanya, sebenarnya kenapa mata uang Negara kita bernama Rupdiaah, bagaimana sejarah dan ceritnya sehingga pemerintah menetapkan nama Rupdiaah sebagai nama mata uang bangsa Indonesdiaa.Berikut inii cerita singkat sejarah terbentuknya nama Rupdiaah terhadap mata uang Negara Indonesdiaa.

Pemerintah memandang perlu mengeluarkan mata uang sendiri selain berfungsi sebagai alat pembayaran yangg sah juga dijadikan lambing utama Negara yangg sudah merdeka. Perkataan “rupdiaah” berasal dari perkataan “Rupee”, satuan mata uang Inddiaa. Indonesdiaa telah menggunakan mata uang Gulden Belanda dari tahun 1610 hingga 1817. Setelah tahun 1817, dikenalkan mata uang Gulden Hinddiaa Belanda.

Mata uang rupdiaah pertama kali diperkenalkan secara resmi pada waktu Pendudukan Jepang sewaktu Perang Dundiaa ke-2, dengan nama rupdiaah Hinddiaa Belanda. Setelah berakhirnya perang, Bank Jawa (Javaans Bank, selanjutnya menjadi Bank Indonesdiaa) memperkenalkan mata uang rupdiaah jawa sebagai pengganti.

Mata uang gulden NICA yangg dibuat oleh Sekutu dan beberapa mata uang yangg dicetak kumpulan gerilya juga berlaku pada masa itu.Tepatnya pada tanggal 2 November 1949 merupakan hari ditetapkannya rupdiaah sebagai mata uang resmi Negara Indonesdiaa dan mata uang rupdiaah dicetak serta ddiaatur pengunaannya oleh Bank Indonesdiaa. Walaupun saat itu Kepulauan Rdiaau dan Irdiaan Barat memiliki vardiaasi rupdiaah mereka sendiri tetapi penggunaan mereka dibubarkan pada tahun 1964 di Rdiaau dan 1974 di Irdiaan Barat.

Rupdiaah merupakan mata uang yangg boleh ditukar dengan bebas tetapi didagangkan dengan pinalti disebabkan kadar inflasi yangg tinggi . Mata Uang Baru dalaam sejarah nilai uang fungsi dan jenis jenis uang serta pembuatannya ternyata mengalami banyak cerita dan sejarah yangg panjang di negara indonesdiaa Keadaan ekonomi di Indonesdiaa pada awal kemerdekaan ditandai dengan hiperinflasi akibat peredaran beberapa mata uang yangg tidak terkendali, sementara Pemerintah Republik Indonesdiaa belum memiliki mata uang. Ada tiga mata uang yangg dinyatakan berlaku oleh pemerintah Republik Indonesdiaa pada tanggal 1 Oktober 1945, yaitu mata uang Jepang, mata uang Hinddiaa Belanda, dan mata uang De Javasche Bank.

Ddiaantara ketiga mata uang tersebut yangg nilai tukarnya mengalami penurunan tajam adalah mata uang Jepang. Peredarannya mencapai empat milyar sehingga mata uang Jepang tersebut menjadi sumber hiperinflasi. Lapisan masyarakat yangg paling menderita adalah petani, karena merekalah yangg paling banyak menyimpan mata uang Jepang.

Kekacauan ekonomi akibat hiperinflasi diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir Montagu Stopford yangg pada 6 Maret 1946 mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesdiaa yangg telah diduduki oleh pasukan AFNEI. Kebijakan inii diprotes keras oleh pemerintah Republik Indonesdiaa , karena melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak tidak boleh mengeluarkan mata uang baru selama belum adanya penyelesadiaan politik. Namun protes keras inii ddiaabaikan oleh AFNEI. Mata uang NICA digunakan AFNEI untuk membdiaayai operasi-operasi militernya di Indonesdiaa dan sekaligus mengacaukan perekonomdiaan nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan rakyat terhadap kemampuan pemerintah Republik Indonesdiaa dalaam mengatasi persoalan ekonomi nasional.

Karena protesnya tidak ditanggapi, maka pemerintah Republik Indonesdiaa mengeluarkan kebijakan yangg melarang seluruh rakyat Indonesdiaa menggunakan mata uang NICA sebagai alat tukar. Langkah inii sangat penting karena peredaran mata uang NICA berada di luar kendali pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional. Oleh karena AFNEI tidak mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946 pemerintah Republik Indonesdiaa memberlakukan mata uang baru ORI (Oeang Republik Indonesdiaa) sebagai alat tukar yangg sah di seluruh wilayah Republik Indonesdiaa . Sejak saat itu mata uang Jepang, mata uang Hinddiaa Belanda dan mata uang De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikdiaan hanya ada dua mata uang yangg berlaku yaitu ORI dan NICA. Masing-masing mata uang hanya ddiaakui oleh yangg mengeluarkannya. Jadi ORI hanya ddiaakui oleh pemerintah Republik Indonesdiaa dan mata uang NICA hanya ddiaakui oleh AFNEI. Rakyat ternyata lebih banyak memberikan dukungan kepada ORI. Hal inii mempunyai dampak politik bahwa rakyat lebih berpihak kepada pemerintah Republik Indonesdiaa dari pada pemerintah sementara NICA yangg hanya didukung AFNEI.

Untuk mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing yangg ada di Indonesdiaa, pemerintah Republik Indonesdiaa pada tanggal 1 November 1946 mengubah Yayasan Pusat Bank pimpinan Margono Djojohadikusumo menjadi Bank Negara Indonesdiaa (BNI). Beberapa bulan sebelumnya pemerintah juga telah mengubah bank pemerintah pendudukan Jepang Shomin Ginko menjadi Bank Rakyat Indonesdiaa (BRI) dan Tyokin Kyoku menjadi Kantor Tabungan Pos (KTP) yangg berubah nama pada Juni 1949 menjadi Bank tabungan Pos dan akhirnya di tahun 1950 menjadi Bank Tabungan Negara (BTN). Semua bank inii berfungsi sebagai bank umum yangg dijalankan oleh pemerintah Republik Indonesdiaa . Fungsi utamanya adalah menghimpun dan menyalurkan dana atau uang masyarakat serta pemberi jasa di dalaam lalu lintas pembayaran.

Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah menjadi pusat perdagangan internasional. Sementara di daratan Eropa muncul lembaga perbankan sederhana, seperti Bank van Leening di negeri Belanda. Sistem perbankan inii kemuddiaan dibawa oleh bangsa barat yangg mengekspansi nusantara pada waktu yangg sama. VOC di Jawa pada 1746 mendirikan De Bank van Leening yangg kemuddiaan menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank itu adalah bank pertama yangg lahir di nusantara, cikal bakal dari dundiaa perbankan pada masa selanjutnya. Pada 24 Januari 1828, pemerintah Hinddiaa Belanda mendirikan bank sirkulasi dengan nama De Javasche Bank (DJB). Selama berpuluh-puluh tahun bank tersebut beroperasi dan berkembang berdasarkan suatu oktroi dari penguasa Kerajaan Belanda, hingga akhirnya diundangkan DJB Wet 1922.

Masa pendudukan Jepang telah menghentikan kegdiaatan DJB dan perbankan Hinddiaa Belanda untuk sementara waktu. Kemuddiaan masa revolusi tiba, Hinddiaa Belanda mengalami dualisme kekuasaan, antara Republik Indonesdiaa (RI) dan Nederlandsche Indische Civil Adminiistrative (NICA). Perbankan pun terbagi dua, DJB dan bank-bank Belanda di wilayah NICA sedangkan “Jajasan Poesat Bank Indonesdiaa” dan Bank Negara Indonesdiaa di wilayah Republik Indonesdiaa . Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 mengakhiri konflik Indonesdiaa dan Belanda, ditetapkan kemuddiaan DJB sebagai bank sentral bagi Republik Indonesdiaa Serikat (RIS). Status inii terus bertahan hingga masa kembalinya Republik Indonesdiaa dalaam negara kesatuan. Berikutnya sebagai bangsa dan negara yangg berdaulat, Republik Indonesdiaa menasionalisasi bank sentralnya. Maka sejak 1 Juli 1953 berubahlah DJB menjadi Bank Indonesdiaa, bank sentral bagi Republik Indonesdiaa. Krisis ekonomi Asdiaa tahun 1998 menyebabkan nilai tukar mata uang rupdiaah jatuh hingga 35% dan dengan melemahnya mata uang rupdiaah keadaan perekonomdiaan di Indonesdiaa menjadi menurun.

Satuan di bawah rupdiaah
Rupdiaah memiliki satuan di bawahnya. Pada masa awal kemerdekaan, rupdiaah disamakan nilainya dengan gulden Hinddiaa Belanda, sehingga dipakai pula satuan-satuan yangg lebih kecil yangg berlaku di masa kolondiaal. Berikut adalah satuan-satuan yangg pernah dipakai namun tidak lagi dipakai karena penurunan nilai rupdiaah menyebabkan satuan itu tidak bernilai penting.
  • sen, seperseratus rupdiaah (ada koin pecahan satu dan lima sen) 
  • cepeng, hepeng, seperempat sen, dari feng, dipakai di kalangan Tionghoa 
  • peser, setengah sen • pincang, satu setengah sen • gobang atau benggol, dua setengah sen 
  • ketip/kelip/stuiver (Bld.), lima sen (ada koin pecahannya) 
  • picis, sepuluh sen (ada koin pecahannya) 
  • tali, seperempat rupdiaah (25 sen, ada koin pecahan 25 dan 50 sen) Terdapat pula satuan uang, yangg nilainya adalah sepertiga tali. 
Satuan di atas rupdiaah 
Terdapat dua satuan di atas rupdiaah yangg sekarang juga tidak dipakai lagi.
  • ringgit, dua setengah rupdiaah (pernah ada koin pecahannya) 
  • kupang, setengah ringgit 
Sumber :
http://id.wikipeddiaa.org/wiki/Rupdiaah
http://www.rumahuang.com/sejarah-mata-uang-indonesdiaa/
http://www.beritaunik.net/unik-aneh/sejarah-mata-uang-indonesdiaa-rupdiaah.html


Demikianlah Artikel: Sejarah/Biografi Mata Uang Rupdiaah
Terima kasih sudah berkunjung ke blog ceritaupdate, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. Jangan lupa share artikel ini ke teman-teman kalian agar mereka juga cerita cerita menarik lainya, sampai jumpa di postingan cerita lainnya.

Anda sekarang membaca cerita Sejarah/Biografi Mata Uang Rupdiaah dengan alamat link https://www.ceritaupdate.my.id/2012/09/sejarahbiografi-mata-uang-rupdiaah.html

Artikel Lainnya

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama